Jumat, 10 Februari 2012

Perencanaan (Pengembangan) Wilayah dan Penataan Ruang

Perencanaan (Pengembangan) Wilayah dan Penataan Ruang

(Bahan Pengayaan kelas XII Geografi untuk Standar Kompetensi Analisis Wilayah dan Pewilayahan) (1)
Oleh:
Dr. Rudi Iskandar, M.Si (2)

 (1)Makalah dalam rangka “Pelatihan Guru-Guru Geografi se-Jadebotabek” di Depok 31 Agustus 2007.
 (2)Staf Pengajar Jurusan Geografi dan Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta, Wakil Ketua Ikatan Geograf  Indonesia (IGI) Wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek).

☺Perencanaan itu merupakan latihan intelegensia untuk menghadapi kenyataan-kenyataan dan situasi menurut apa adanya, dan mencari jalan untuk mengatasi masalah-masalahnya (Jawaharlal Nehru).
☺Seandainya kita sudah mengetahui lebih dulu dimana kita berada, dan apa yang kita tuju, maka kita akan mendapatkan kesimpulan yang lebih baik tentang apa yang harus kita lakukan dan bagimana cara melakukannya (Abraham Lincoln)


1. Pendahuluan

    Dari pernyataan filosofis dua tokoh dunia di atas, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan topik kita, yaitu kenyataan-kenyataan dimana kita berada dan apa yang harus kita lakukan & bagaimana cara mengatasi masalah-masalahnya. Secara metodologis untuk mengetahui dan memahami kondisi dimana kita berada (ruang), adalah dengan melakukan pembagian yang sistematis terhadap ruang/wilayah dipermukaan bumi ini. Seperti yang dikatakan oleh Hagget (1979), “ ... region as one of the most logical and statisfactory ways of organizing geographical information...”
... wilayah sebagai cara pandang  yang paling logis (tepat) dan memuaskan untuk mengorganisasikan informasi geografis.
    Sementara itu perencanaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menghubungkan pengetahuan dan teknik yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah ke dalam praktis (praktik-praktik yang dilandasi teori) dalam perspektif kepentingan orang banyak atau publik. Adapun sasarannya adalah tercapainya suatu kearifan hasil dari pemikiran yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
    Bahan ini dibuat untuk memberikan sudut pandang lain tentang wilayah dan pewilayahan yang merupakan ssalah satu standar kompetensi yang harus dikuasai siswa kelas XII mata pelajaran geografi. Bahan yang sudah disajikan dalam buku teks pelajaran yang sudah di standarisasi melalui Badan Standar Nasional Pendidikan melalui Pusat Perbukuan (Pusbuk) merupakan bahan pokok. Sedangkan bahan ini diberikan agar bapak/ibu guru memiliki preferensi bahan lain sebagai tambahan dalam menjelaskan standar kompetensi tersebut


2. Pengertian & Batasan Perencanaan

    Penggunaan kata “Planning” cukup luas digunakan diberbagai bidang, sehingga sukar membedakan dari kegiatan yang berhubungan dengan “policy making” atau “plan implementation”. Penjelasan di bawah setidaknya memperjelas pengertian kita tentang “Planning”.
2.1.Merencanakan berarti menentukan pilihan
Disini perencanaan berarti memilih dari beberapa pilihan (Alternatif). Ada 2 tipe pilihan perencanaan/planning: (a). Pilihan dari banyak kegiatan, karena tidak semua dapat dikerjakan dalam waktu yang sama, (b). Pilihan cara terbaik untuk mencapai tujuan yang sama. Meskipun keduanya berbeda, mereka mempunyai proses pengambilan keputusan yang sama.
2.2.Merencanakan sebagai alat alokasi sumberdaya
Sumberdaya (resources) disini berarti sesuatu yang dianggap oleh mereka yang membuat keputusan merupakan kegunaan yang potensial di dalam mencapai suatu tujuan yang utama. Hal ini meliputi: (a) natural resources, seperti: lahan, air, mineral, tambang; (b) human resources (man power); (c) capital resources, seperti: jalan, gedung, alat-alat; (d) keuangan.
Perlu diingat bahwa penentuan sesuatu itu dianggap sebagai “resources” atau bukan “resources” tergantung dari tujuan penggunaan dan persepsi  ‘perencana’ terhadap nilai serta kesanggupan sumberdaya tadi menjadi sesuatu yang berguna. ‘Planning’ juga meliputi proses pengambilan keputusan tentang bagaimana memanfaatkan ‘resources’ yang ada. Oleh karena itu kuantitas dan kualitas sumberdaya tsb mempunyai efek yang sangat penting terhadap proses pemilihan antara berbagai tindakan yang berbeda. Sebaliknya, kenyataan bahwa hampir selalu ada batas-batas kepada kuantitas dan kualitas sumber-sumber yang ada, merupakan alasan utama mengapa “planning” memprioritaskan sejumlah tindakan yang harus diambil.
Karena perencanaan meliputi alokasi sumberdaya-sumberdaya, maka komponen penting dari proses perencanaan adalah pengumpulan dan analisis informasi tentang ketersediaan sumberdaya yang ada. Hal ini menimbulkan: (i) masalah ‘konsepsional’: bagaimana seharusnya proses pengumpulan informasi (inventarisasi sumberdaya) itu seharusnya, dalam arti kuantitas dan kualitas sumberdaya yang dapat berguna untuk dijadikan informasi dalam pengambilan keputusan. (ii) masalah ‘metodologis’: tentang cara pengumpulan dan analisisnya
2.3.Merencanakan sebagai alat mencapai hasil
“Planning” melibatkan pengambil keputusan tentang cara-cara memilih untuk mencapai/tujuan yang penting. Contoh perencana pertanian, perencanaannya meliputi:
●memutuskan tipe kegiatan pertanian mana yang harus dikembangkan
●Menentukan lokasi-lokasi kegiatan
●metode-metode produksi yang akan dipakai
●tipe sarana dan prasarana yang dikehendaki
●dll.
Adalah sukar untuk membuat keputusan jika seseorang tidak tahu tujuan yang akan dicapai atau tujuan tersebut bertentangan dengan kepentingan sebagian besar penduduk. Dalam hal perencana menentukan tujuannya sendiri, akan menimbulkan masalah: (i) siapa yang seharusnya bertanggung jawab terhadap formulasi tujuan ini, (ii) kepentingan siapa yang seharusnya ditonjolkan bila merumuskan tujuan ini.
2.4.Merencanakan untuk masa depan
    Tujuan dari perencanaan hanya dapat dicapai pada masa yg akan datang. Jadi, berhubungan dengan masa yg akan datang (ada unsur waktu). Berkaitan dgn unsur waktu ini, maka terdapat dua hal dlm kaitannya dgn perencanaan:
    (1). Prediksi (peralaman) ttg apa yg akan terjadi pada masa yg akan datang.
    (2). Prediksi ttg tindakan yg akan diambil dari beberapa alternatif pilihan.
        “Planning” seharusnya dianggap sebagai aktivitas yg berkesinambungan. Hal ini erat kaitannya dgn waktu (periode waktu tertentu), dan bagimana memonitornya. Jika sesuai, maka dpt diperpanjang. Jadi, perencanaan bukan kegiatan yg terbatas, jadi bukan ‘begitu rencana dimulai, maka “planning” berhenti. Meskipun “planning” berkaitan dgn masa depan, tapi kita tidak perlu mencurahkan perhatian sepenuhnya pada masa depan dan masa lalu. Karena, kenyataan sekarang juga amat penting agar menyediakan informasi ttg kondisi aktual, kebutuhan-kebutuhannya untuk alokasi pembangunan.
   

3. Wilayah (Region), Pewilayahan (Regionalisasi) dan Deliniasi Wilayah

    Wilayah (Region) adalah unit geografis yang memiliki kriteria dan batasan serta individualitas (karakteristik yang khas) tertentu. Individualitas ini terjadi karena  di dalam region ini terjadi interaksi (antar-elemen pembentuknya) yang kemudian memberi ciri khas pada region (ruang) itu. Dari definisi di atas, kita dapat memahami bahwa tidak ada batasan luas terhadap region. Walaupun begitu penentuan kriteria dan batasan region harus “bermakna” (meaningfull). Jangan sampai  pekarangan rumah kita sebut sebagai region. Penentuan suatu wilayah sebagai suatu region, terutama berdasarkan kriteria adanya kesatuan bentuk (unit form), kesatuan ruang (unit spasial) dan kesatuan fungsi (unit fungsional) yang mencirikan keseragaman gejala sebagai hasil distribusi, interelasi dan interaksi unsur-unsur geografi didalamnya. Kriteria ini yang perlu kita perhatikan.

4. Tipologi Region
    Ada beberapa tipologi region:
a.    Region Homogen (seragam). Region homogen ini dibatasi berdasarkan adanya sifat-sifat dominan yang homogen. Jenis wilayahnya tergantung pada aspek geografi dan parameter yg digunakan. Contoh: wilayah iklim hujan tropis, wilayah pengguna bahasa sunda, wilayah desa IDT, dll
b.    Region Nodal/Fungsional. Region nodal tidak bersifat seragam, akan tetapi kegiatan-kegiatan (misalnya ekonomi) yang menghubungkan berbagai kawasan. Region ini dpt dilihat sbg sel dengan inti yg sering disebut kutub (pusat, inti) dan wilayah sekitarnya dlm konteks ini disebut hinterland (daerah belakang). Contoh: Kota dgn daerah pinggir kota sbg hinterland, jaringan transportasi dll.
c.    Region Ekologis (eko-region). Region ini memiliki pertalian hidrologik pada bagian permukaan bumi dikenal dengan sebutan DAS ‘daerah aliran sungai’. Wilayah Perencanaan. Region ini dibatasi berdasarkan pengidentifikasian adanya sifat-sifat tertentu dari wilayah yg menyebabkan wilayah tersebut harus direncanakan secara integral. Contoh; untuk mengantisipasi atau menangani bencana-bencana alam (gempa, banjir) perlu ditentukan wilayah secara khusus. Contoh lain adalah Pusat Wilayah Pembangunan (ada di tingkat kabupaten, propinsi maupun nasional).
d.    Wilayah Perencanaan. Region ini dibatasi berdasarkan pengidentifikasian adanya sifat-sifat tertentu dari wilayah yg menyebabkan wilayah tersebut harus direncanakan secara integral. Contoh; untuk mengantisipasi atau menangani bencana-bencana alam (gempa, banjir) perlu ditentukan wilayah secara khusus. Contoh lain adalah Pusat Wilayah Pembangunan (ada di tingkat kabupaten, propinsi maupun nasional).
e.    Wilayah administratif politis.  Region ini didasarkan pada wilayah tersebut berada dalam suatu kesatuan wilayah administratif politik, seperti desa, kecamatan, kabupaten, propinsi. Walaupun bersifat artifisial, tapi utnuk kemudahan data dan informasi, kita hrs pragmatis/kompromistis untuk menggunakan wilayah ini sbg satuan unit analisis


Setelah kita memahami pengertian di atas, selanjutnya kita perlu melakukan deliniasi  terhadap region (wilayah), agar kita mengetahui kondisi aktual suatu wilayah dan perencanaan yang akan dilakukan dapat bersifat operasional. Menurut PBB, deliniasi wilayah dapat dilakukan dengan dua cara:
1.    Deduktif, cara ini dilakukan dengan membagi wilayah nasional menjadi wilayah-wilayah pembangunan yang didasarkan pada ciri-ciri tertentu dan adanya saling keterkaitan antar-wilayah. Cara ini pernah diterapkan di Indonesia, dengan menetapkan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) pada tanggal 28 Agustus 1988, yang di tanda-tangani Menko Ekuin & Wasbang. Dari istilah ini muncul Zona Industri. Pada pertengahan tahun 90-an, diidentifikasi 53 zona industri di dalam 6 WPPI.
2.    Induktif (aglomeratif), cara ini dilakukan dengan mengelompokkan wilayah-wilayah kecil yang mempunyai karakteristik yang sama atau saling keterkaitan menjadi satu wilayah pembangunan.
    Pada tahun 2003 pemerintah membuat peta pola pemanfaatan ruang wilayah nasional. Secara tidak langsung sebenarnya pemerintah lebih merinci lokasi WPPI tersebut, Walaupun belum begitu detil tetapi sudah mulai menggunakan pendekatan aglomeratif. Dalam kaitannya dengan perencanaan pengembangan wilayah dan penataan ruang; kemudian ditetapkan kawasan andalan di darat, kawasan andalan di laut, segi tiga pertumbuhan, dan fungsi kota. Dalam fungsi kota ditetapkan tiga kategori,yaitu: Kota sebagai pusat kegiatan nasional (PKN), kota sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW) dan kota sebagai pusat kegiatan lokal (PKL).

Untuk kepentingan perencanaan pembangunan berkelanjutan, cara ke dua lebih sesuai, alasannya pendekatan ini lebih berorientasi pada potensi spesifik, cakupan wilayah yang sempit dan bersifat bottom up. Dalam menerapkan pendekatan ini, ada tiga tahap yang perlu dilakukan yaitu 1)persiapan, 2)pengamatan dan pengecekan lapangan, 3)analisis dan sintesis. Pada tahap persiapan  dilakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan wilayah studi. Pada tahap ini harus dipersiapkan peta-peta:
●topografi,
●geologi
●penggunaan lahan,
●hutan kesepakatan,
●satuan lahan,
●lereng dan klasifikasi,
●pola drainase
●dan vegetasi   
 Data dasar tentang iklim, tanah, pola permukiman juga penting dikumpulkan pada tahap persiapan ini. Peta tematik dan data wilayah sasaran perencanaan itu dipakai sebagai dasar awal (baseline data) untuk mendapatkan gambaran tentang potensi dan kemampuan wilayah tersebut. Atas dasar informasi ini, kemudian dirancang secara tentatif deliniasi tingkat kesesuaian untuk berbagai peruntukan pembangunan. Faktor pembatas, baik secara fisik maupun sosial perlu dimasukkan sebagai pertimbangan. Pada tahap ini seorang perencana harus menguasai pengetahuan dasar geografi fisik, manusia dan kartografi (sistem informasi geografi).
    Tahap kedua (pengamatan dan pengecekan lapangan), adalah pekerjaan pengamatan dan uji lapang. Deliniasi yang dilakukan pada tahap awal perlu dilakukan pengamatan dan pengujian. Tujuan pengecekan ini adalah untuk mengurangi kesalahan yang muncul dalam proses deliniasi. Pekerjaan tahap kedua ini menyangkut pemeriksaan geomorfologi dan satuan lahan dengan memperhatikan struktur dan proses; pemeriksaan topografi (lereng), pemeriksaan tanah (kedalaman, warna, tekstur, pH, profil tanah, pengambilan sampel tanah untuk diuji di laboratorium); iklim dan hidrologi untuk menentukan durasi agroklimat, sumber air untuk keperluan rumahtangga, penilaian bahaya banjir, jaringan drainase, persediaan air bersih, pemgambilan sampel air untuk uji kualitas air; geologi perlu mendapatkan perhatian kemungkinan adanya gerakan tanah; vegetasi dan tata guna lahan menyangkut tata hutan (hutan produksi, hutan lindung dll); survai sosial ekonomi (karakteristik penduduk, sosial budaya, fasilitas sosial, sarana perekonomian, aktivitas ekonomi, perhubungan, komunikasi dan aspirasi masyarakat).
    Tahap ketiga (analisis & sintesis), sebelum dilakukan analisis dan sintesis data hasil kerja lapang dicek kembali keakuratannya. Kemudian dilakukan pengklasifikasian, kompilasi sesuai dengan kebutuhan analisis. Hasil kompilasi ini akan menghasilkan peta potensi wilayah, dalam bentuk:
1.    Satuan lahan
2.    Potensi Sumberdaya Air
3.    Kesesuaian lahan
4.    Vegetasi (hutan lindung) dan tata guna lahan
5.    Indikasi potensi pengembangan
6.    Usulan pengembangan
7.    Indikasi daya dukung (Carrying capacity)

Peta-peta itu kemudian dikompilasi dan dianalisis untuk menentukan kawasan  peruntukan pembangunan (di wilayah potensial). Pada tahap ini perlu dipertimbangkan dan dimasukkan faktor pembatas (analisis konservasi lingkungan). Analisis konservasi lingkungan dipakai sebagai dasar untuk penilaian kesesuaian (sintetis) untuk berbagai kebutuhan Pembangunan. Atas dasar penilaian kesesuaian maka informasi itu dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk analisis tata ruang dan rencana kerangka pengembangan wilayah.
Pendekatan ini telah banyak dipakai seperti FAO untuk wilayah Afrika, penyusunan RUTR diberbagai wilayah di Indonesia dll. Pendekatan ini akan menjadi lebih akurat lagi setelah menggunakan sistem informasi geografis yang berbasis komputer.
Telah berkembang pula model-model lain (selain model yang sudah dijelaskan di atas) dalam perencanaan wilayah untuk penetapan tata ruang, yaitu:
A.    Model Eko-region
Ekoregion merupakan suatu kesatuan daratan & lautan beserta kehidupan dari beragam karakteristik (spesies, komunitas, dinamika & kondisi lingkungan). Kawasan ini memiliki karakteristik berupa ketergantungan & keterkaitan yang kuat antar sumber daya hayati & ekosistem dalam skala region. Pendekatan model ini lebih mengutamakan pada penangan konservasi. Wilayah ekoregion Indonesia antara lain: (a). Laut Sulu-Sulawesi, (b). Laut Flores-Banda, (c). Laus Bismarck, (d). Laut Andaman
B.    Model sedimen sel
Sel sedimen adalah satuan panjang pantai yang mempunyai keseragaman kondisi fisik dengan karakteristik dinamika sedimen dalam wilayah pergerakannya tidak mengganggu keseimbangan kondisi pantai yang berdekatan. Penentuan sel sedimen di samping melalui interpretasi citra juga harus dilengkapi dengan checking lapangan. Pemahaman tentang sel sedimen harus dibangun dari beberapa faktor yang berperan dalam kondisi pantai. Faktor yang harus diketahui adalah: kecepatan angin, suhu udara, suhu air laut, dan melalui ketiga faktor tersebut dapat ditentukan energi gelombang. Faktor lain yang diperlukan adalah periode gelombang. Faktor sudut lereng gisik dan sudut datang gelombang pecah diperlukan untuk mengetahui  tenaga gelombang pecah sepnjang pantai, serta kecepatan gelombang pecah sehingga dapat diperoleh melalui integrasi kecepatan gelombang dan tenaga gelombang. Kedalam gelombang pecah diperoleh melalui tinggi gelombang pecah dan kedalaman gelombang pecah merupakan batas sirkulasi sedimen dalam satu sel sedimen kearah laut, sedangkan penyebaran gerak sedimen sepanjang pantai dipengaruhi oleh sudut lereng gisik, arah datang gelombang pecah, dan sifat gelombangnya. Berdasarkan sifat gelombang, kedalaman gelombang pecah, tipe gelombang pecah dan sudut lereng gisik dapat diketahui kondisi pantai. Keseragaman kondisi pantai dapat diketahui melalui sifat gisik dan sudut arah gelombang pecah yang dapat digunakan untuk mengetahui dinamika sedimen pantai, sehingga dapat diperoleh satu zonasi dinamika sedimen dan zonasi pengendapannya.  Berdasarkan pada keseragaman kondisi pantai pada satu satuan panjang tertentu dapat dipahami kondisi satu sel sediman. Dalam menyusun tata ruang pesisir dengan menggunakan metode sel sedimen diarahkan untuk memberikan pedoman pola pemanfaatan ruang dan struktur pemanfaatan ruang yang berdasarkan pada karakteristik pesisir dan perilaku sedimen. Struktur pemanfaatan ruang merupakan wujud interaksi antar beberapa aktivitas pada suatu kawasan pesisir dengan kawasan lainnya akan tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit kawasan maupun kawasan sekitarnya. Untuk itu penyusunan pemanfaatan kawasan pesisir dibuat sedemikian rupa sehingga kegiatan-kegiatan antar kawasan dapat saling menunjang dan memiliki keterkaitan dengan kawasan yang berbatasan. Perencanaan tata ruang pada wilayah pesisir seyogyanya saling berhubungan secara fungsional (compatible use principle). Selanjutnya setiap kegiatan pembangunan dalam zona pemanfaatan hendaknya ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai, sehingga membentuk zona suatu mosaik yang sesuai. Contoh: lokasi budidaya tambak udang pada lahan pesisir bertekstur pasir atau sangat masam, atau berdekatan dengan lokasi industri biasanya akan mengalami kegagalan. Sehubungan dengan sifat dinamis dan keterkaitan ekologis dari ekosistem pesisir, maka penataan pemanfaatan ruang pesisir selain berdasarkan pada kesesuaian biogeofisik, harus pula memperhatikan keterkaitan dampak antar kegiatan yang berada dikawasan pesisir dan keserasian antar kegiatan sekitarnya. Untuk menguji apakah dua kegiatan dapat secara serasi berdampingan, dapat ditempuh dengan menyusun “matriks keserasian”. Matriks ini disusun berdasarkan pada kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, dan kemampuan respon kegiatan tambang udang tidak mungkin dapat berdampingan dengan industri kimia yang mengeluarkan limbah yang tidak diolah. Penentuan lokasi bagi berbagai peruntukan ruang selain baru memperhatikan matriks kesesuaian di atas, juga perlu memperhatikan perilaku sedimen. Contoh: jika arah sedimen dari timur ke barat, maka penempatan tambak udang tidak boleh diletakkan di sebelah barat industri kimia, begitu sebaliknya. (lihat tabel 1)

C.    Catchment Area (Watershed model) atau Daerah Aliran Sungai (DAS)
DAS adalah kesatuan ekologis yang berdasarkan wilayah jatuhnya air hujan menuju suatu badan air (sungai), yang berawal dari wilayah hulu sampai wilayah pesisir. Pendekatan ini sudah cukup lama dikenal di Indonesia.

Tabel 1.
Matriks Keserasian Antar Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir

No.     Kegiatan    A    B    C    D    E    F    G    H    I    J    K    L
1    Perikanan Tangkap(A)    x    s    s    s    s    s    s    s    s    s    s    s
2    Perikanan tambak(B)    s    x    s    s    s    s    k    k    k    s    s    s
3    Pertanian(C)    k    k    x    s    s    s    k    k    k    s    s    s
4    Hutan(D)    s    s    s    x    s    s    s    s    s    s    s    s
5    Perhubungan(E)    s    k    s    k    x    s    k    k    k    s    s    s
6    Wisata Diving(F)    s    s    s    s    s    x    s    s    s    s    s    s
7    Wisata pantai pasir(G)    s    s    s    s    s    s    x    s    s    s    s    s
8    Renang & selancar(H)    s    s    s    s    s    s    s    x    s    s    s    s
9    Tambang Migas(I)    k    k    k    k    k    k    k    K    x    k    k    s
10    Tambang mineral(J)    k    k    k    k    k    k    k    k    k    x    k    k
11    Palabuhan(K)    s    k    k    s    k    s    k    k    k    s    x    s
12    Galangan kapal(L)    s    s    s    s    k    s    s    s    s    s    s    x

    Keterangan:
   
    S    : aktivitas pembangunan disebelah kiri tidak memberikan dampak negatif
          Terhadap aktivitas di sebelah kanan.
K    : aktivitas pembangunan di sebelah kiri meberikan dampak negatif     terhadap aktivitas pembangunan disebelah kanan


5. Pengertian Penataan Ruang menurut UU No 22 thn 1992

1.    Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang yang diatur dalam Undang-undang No 22/1992 ttg penataan ruang adalah ruang dimana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi yang meliputi hak berdaulat di wilayah teritonal maupun kewenangan hukum di luar wilayah teritorial berdasarkan ketentuan konvensi yang bersangkutan dengan ruang lautan dan ruang udara. Pengertian ruang mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut di mulai dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya, di mana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi. Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi, di mana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi. Dalam Undang-undang ini, pengertian ruang udara (airspace) tidak sama dengan pengertian ruang angkasa (outerspace). Ruang angkasa beserta langit lainnya adalah bagian dari antariksa, yang merupakan ruang di luar ruang udara. Ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara mempunyai potensi yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan tingkat intensitas yang berbeda untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Potensi itu diantaranya sebagai tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan, industri, pertambangan, sebagai jalur perhubungan, sebagai obyek wisata, sebagai sumber energi, atau sebagai tempat penelitian dan percobaan.
2.    Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, pusat lingkungan dan pusat pemerintahan; prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal; rancang bangun kota seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, garis langit, dan sebagainya.Yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri dan pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan. Tata ruang yang dituju dengan penataan ruang ini adalah tata ruang yang direncanakan. Tata ruang yang tidak direncanakan berupa tata ruang yang terbentuk secara alamiah seperti wilayah aliran sungai, danau, suaka alam, gua, gunung dan sebagainya.
3.    Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4.    Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5.    Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif disebut wilayah pemerintahan. Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional disebut kawasan.
6.    Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya. Kelestarian lingkungan hidup mencakup pula aspek sumber daya alam dan sumber daya buatan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya bangsa.
7.    Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kelestarian lingkungan hidup mencakup pula sumber daya alam dan sumber daya buatan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya bangsa. Aspek kelestarian lingkungan hidup ini tetap harus diperhatikan dalam kegiatan budidaya.
8.    Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, warisan budaya dan sumber daya buatan.
9.    Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10.    Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
11.    Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
12.    Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta paraMenteri. Pemerintah Daerah terdiri Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota.
13.    Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah.
14.    Menteri adalah Menteri yang bertugas mengkoordinasikan tata ruang.


6.    Implementasi pada Pembangunan di Era Otda

    Rencana tata ruang yang disusun secara baik pada dasarnya mencerminkan suatu integrasi berbagai macam kepentingan yang terukur dalam rangka memenuhi hak-hak dasar rakyat. Dengan diikuti oleh implementasi yang konsisten, maka akan menjamin penggunaan ruang yang efisien & berkelanjutan, dan hal ini akan dapat mengurangi ego daerah dan ego sektoral, sehingga dapat meningkatkan aktivitas perekonomian. Akhirnya, penataan ruang dapat meningkatkan pertumbuhan pembangunan yang signifikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan sekurang-kurang ada 3 manfaat penataan ruang:
1.    mengurangi konflik kepentingan antar-sektor dan pelaku pembangunan, karena pemanfaatan ruang sudah ditetapkan
2.    dapat menciptakan sinergi pembangunan antar-wilayah administrasi yang berada dalam pengelolaan ekosistem terpadu. Contoh: DKI Jakarta dan daerah sekitarnya (Jabodetabek), begitu juga secara nasional.
3.    Dapat mengurangi kesenjangan yang terlalu besar antara kota dan desa, Jawa dan luar Jawa.

Namun begitu, manfaat penataan ruang tidak semudah atau se-ideal seperti yang digambarkan. Tidak sedikit ditemui dilapangan, pelaksanaan dilapangan jauh dari apa yang direncanakan. Oleh karena itu perlu kiranya mengantisipasi kecenderungan negatif yang selama ini banyak terjadi dan bukan menjadi rahasia umum lagi, yaitu:
1.    Kelembagaan dalam penataan ruang sebagai alat koordinasi masih jauh dari memuaskan, sehingga seolah-olah tidak ada koordinasi pelaksanaan dilapangan.
2.    Adanya perbedaan perbedaan persepsi yang cukup tajam pada pihak yang melakukan kegiatan pada suatu wilayah, sehingga belum memiliki komitmen yang sama dalam melaksanakan implementasi .
3.    Bagian terpenting dari seluruh mekanisme penataan ruang adalah pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini erat kaitannya dengan penegakan hukum dan integritas aparat Penegak hukum. Tanpa mekanisme yang baik dan transparan, seluruh rencana tata ruang yang telah disusun baik pada akhirnya akan menimbulkan pemborosan penggunaan sumberdaya (baik alam maupun pembiayaan).


















Daftar Pustaka


Blowers, Andrew & Bob Evans (Ed). 1997. Town Planning into the 21st Century. London & New York:Routledge

Conyers, D and P. Hills. 1994. An Introduction to Development Planning in the Third World. Chicester.

Kenny, Michael & James Meadowcroft (Ed). 1999. Planning Sustainability. London & New York:Routledge.

Nugroho, Iwan & Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah. Perspektif Ekonomi, Sosial & Lingkungan. Jakarta: LP3ES

Parnwell, Michael J.G & Raymond L. Bryant (Ed).1996. Environmental Change in Saouth East Asia. People, Politics & Sustainable Development. London & New York:Routledge.

UU No 22 tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Bahan-bahan “Rapat kerja nasional Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN)” 28-29 Maret 2005.




Tidak ada komentar :

Posting Komentar