Minggu, 07 Oktober 2012

STRATEGI PEMBENTUKAN SIKAP MEMELIHARA LINGKUNGAN


STRATEGI PEMBENTUKAN SIKAP MEMELIHARA LINGKUNGAN
PADA ANAK USIA DINI

Rudi Iskandar

E-mail: rudiiskandar@hotmail.com

(Dosen Jurusan Geografi FIS UNJ dan Direktur Lintas Survey Nusantara, Direktur Lembaga Kajian Pemberdayaan dan Pengembangan Daerah di Jakarta)


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang strategi pembentukan sikap memelihara lingkungan pada anak usia dini pada sekolah formal. Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga di bawah yayasan Ar-Risalah Bogor yaitu  siswa-siswa Taman Kanak-Kanak Ar-Risalah Bogor dan siswa-siswa kelas tiga Sekolah dasar yang kursus di Yayasan Ar-Risalah Bogor. Sampel penelitian sebanyak 35 responden. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling. Kriteria dalam pengambilan responden adalah siswa Taman Kanak-kanak kelas B dan siswa Sekolah Dasar setinggi-tingginya kelas tiga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 item pertanyaan dimana nilai maksimum pertanyaan masing-masing 2, maka  probabilitas skor tertinggi adalah 30 dan probabilitas skor terendah -30, diperoleh hasil dilapangan adalah skor tertinggi 30 dan terendah 16 dan rata-rata (mean) sebesar 26,14 dan standar deviasi sebesar 3,76. Hal itu berarti siswa memiliki sikap dalam memelihara lingkungan yang cukup baik karena mendekati skor tertinggi (30). Dengan demikian, secara sederhana penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama,Pendekatan proses pembelajaran yang dilakukan secara kontekstual (contextual teaching and learning) terbukti dapat membantu siswa dalam membentuk sikap memelihara lingkungan yang baik. Kedua, Strategi pendekatan kontekstual juga dapat diterapkan pada anak usia dini, yang mana selama ini masing belum mendapatkan perhatian.
Kata kunci: Lingkungan, Anak Usia Dini.


PENDAHULUAN
Text Box: STRATEGI PEMBENTUKAN SIKAP MEMELIHARA LINGKUNGAN PADA ANAK USIA DINI; Rudi IskandarPersoalan lingkungan hidup dewasa ini sudah sangat mendesak untuk ditanggulangi, oleh karena kualitas lingkungan hidup semakin hari semakin memburuk. Fenomena pencemaran, kekeringan dan banjir adalah contoh yang dekat didepan mata kita. Belum lagi masalah limbah (baik rumahtangga, industri maupun lainnya) yang merupakan produk yang tidak bisa dihindarkan sebagai akibat dari aktivitas manusia sehari-hari. Sama halnya dengan proses pemecahan masalah-masalah sosial lainnya, proses penyadaran  masalah-masalah lingkungan  dapat dilakukan dengan beragam pendekatan dan beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut sekurang-kurangnya ada tiga: (1) menyadari bahwa masalah lingkungan  sebagai suatu kenyataan yang harus diatasi; (2) melakukan analisis terhadap masalah tersebut dengan jalan mengidentifikasi penyebab utamanya; (3) mengembangkan strategi kuratif terhadap kerusakan lingkungan. Tahap-tahap pemecahan ini perlu diketahui oleh masyarakat khususnya pemerintah dan lembaga kependidikan ditingkat terendah hingga tertinggi.
Di Indonesia, tahap pertama biasanya dilakukan dengan memasang spanduk, slogan-slogan pejabat-pejabat dan berita-berita di media cetak dan elektronik seperti kerusakan hutan, polusi airlaut, air tanah, udara, masalah banjir dan kekeringan, kebakaran hutan, sampah dan lai-lain. Pada dasarnya tahap ini cukup mudah direalisir. Tahap kedua biasanya dilakukan dengan sudah melakukan kajian (analisis) terhadap masalah yang ada. Misalnya mengapa pada saat musim hujan terjadi banjir dan saat musim kemarau terjadi kekeringan. Mengapa air sungai sekarang ini kotor, dan lain-lain. Tahap ketiga erat kaitannya dengan yang kedua. Misalnya untuk mengurangi dampak banjir, maka sampah-sampah harus dibersihkan. Untuk mencegah kerusakan taman digunakan pendekatan psikologis dan budaya. Misalnya “Taman ini dibuat atas biaya rakyat, maka kewajiban setiap individu untuk menjaganya”.
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 10 No.1 Maret 2012
 
Secara keseluruhan dari pengenalan kita tentang seluk-beluk lingkungan hidup, jelas bahwa manusia sampai saat ini telah mengelolanya secara sepihak. Yakni dengan kecenderungan dan perhatian yang lebih besar tentang bagaimana mencapai pemenuhan kebutuhan sendiri dalam jangka pendek. Bersikap sangat eksploitatif, dan tanpa disadari mengelabui diri sendiri, karena kegiatan yang dilakukan dalam jangka panjang  akan meracuni kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraannya sendiri. Sikapnya terlalu eksklusif dan antroposentrik dengan ciri utamya yang konsumtif. Sebagian orang beragama pun menganggap pandangan ini berasal dari ajaran agama, pada hal agama mengajarkan sikap transendental. Bahkan untuk menggaris bawahi (memperjelas tanggung jawab)  keharusan bagi manusia untuk memperlakukan alam secara baik karena tanggung jawab yang lebih dari makhluk hidup lainnya di muika bumi dan begitu pula kepada generasi penerusnya. Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan cinta kasih tidak berbeda dengan kebutuhan kita akan alam yang indah dan nyaman, dengan segala keanekaragaman dan keindahannya, merupakan kebutuhan yang bersifat genetik, fisiologik dan psikologik. Dalam deklarasi Rio De Jeneiro juga menyatakan bahwa  manusia merupakan pusat pembangunan berkelanjutan. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa Deklarasi Rio De Jeneiro berpandangan antroposentris. Tetapi, sifat antroposentris itu dapat mengandung bahaya dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan itu jika tidak terkontrol. Deklarasi itu berupaya untuk mengurangi bahaya itu dengan menyatakan bahwa manusia berhak atas kehidupan yang sehat dan produktif yang serasi dengan alam. Jadi, sebenarnya kerusakan alam yang ditimbulkan manusia yang makin hari makin berat itu sebenarnya adalah sama dengan kita mengamputasi diri sendiri. Hal ini harus dikoreksi dengan pandangan yang lebih holistik. Oleh karena itu diperlukan pengkajian terhadap generasi masa datang, dengan mempersiapkan mereka untuk mengelola secara baik lingkungannya.
METODOLOGI PENELITIAN
Pentingnya Penelitian
Dengan adanya tema penelitian ini, diharapkan dapat diketahui strategi yang efektif dalam pemebentukan sikap memelihara lingkungan anak usia dini khususnya di sekolah formal penelitian tahap pertama. Pada tahap kedua penelitian akan dilakukan pada peranan keluarga dalam pembentukan sikap memelihara lingkungan anak usia dini. Pada tahap ketiga penelitian akan dilakukan pada peranan pemerintah dalam pembentukan sikap memelihara lingkungan pada anak usia dini. Untuk selanjutnya akan dibuat strategi pembentukan sikap memelihara lingkungan pada anak usia dini. Dengan harapan dapat membantu mengarahkan siswa-siswa untuk berperilaku yang ramah akan lingkungan di masa datang.




Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswa Taman Kanak-Kanak Ar-Risalah Bogor dan siswa-siswa kelas tiga Sekolah dasar yang kursus di Yayasan Ar-Risalah Bogor. Sampel penelitian sebanyak 35 responden. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling. Kriteria dalam pengambilan responden adalah siswa Taman Kanak-kanak kelas B dan siswa Sekolah Dasar setinggi-tingginya kelas tiga.
Metode yang Digunakan
Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif non-eksperimen dengan pendekatan survei. Survei dilakukan pada proses pembelajaran Taman Kanak-Kanak Ar-Risalah. Sebelum pengamatan dilakukan, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas untuk mengajar di kelas selama kurang lebih sebulan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan. Data yang dibutuhkan dijaring melalui instrumen berupa kuesioner.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Pada tahap pertama (yang dilakukan dalam penelitian ini) data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer, yang diperoleh melalui kuesioner. Data pada kuesioner untuk memenuhi aspek pada sikap memelihara lingkungan yang meliputi lingkungan kelas dan sekolah serta disekitar sekolah.
Analisis data dilakukan menggunakan teknik deskriptif persentase. Sebelum dilakukan analisis data secara deskriptif, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk ujin persyaratan analisis pada data sikap memelihara lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan sebelumnya, instrumen dibagikan secara purposif kepada siswa TK kelas B dan siswa Sekolah Dasar setinggi-tingginya kelas 3. Semula, terdapat kesulitan siswa dalam menjawab pertanyaan, atas dasar itu kemudian strategi pertanyaan diubah, dimana guru yang langsung mengarahkan pertanyaan secara individual. Pelaksanaan proses pembelajaran yang dipantau adalah selama kurang lebih satu bulan. Setelah itu, selama kurang lebih satu minggu proses penjaringan data dilakukan. 
Untuk menganalisis data yang telah terkumpul, maka sesuai dengan petunjuk pada instrumen, dibuat frekuensi kumulatif dari jawaban responden yang terdiri dari tiga dimensi yaitu: (1) Komponen kognisi yang berkaitan dengan beliefs (kepercayaan), ide dan konsep. (2) Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang. (3) Komponen konasi yang merupakan kecenderungan  untuk bertingkah laku. Adapun topik yang dibahas untuk melihat sikap ini adalah Kebersihan lingkungan, Pengelolaan sampah di kelas dan pemeliharaan tanaman di sekolah. Selanjutnya instrumen terhadap sikap dalam memelihara lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Tabel 1. Dimensi dan Indikator Instrumen Sikap dalam Memelihara Lingkungan
    Topik/indikator

Dimensi
Sikap

Kebersihan lingkungan

Pengelolaan sampah kelas

Pemeliharaan Tanaman
 Kognisi
2 item
2 item
1 item
 Afeksi
2 item
1 item
2 item
 Konasi
1 item
2 item
2 item


Text Box: STRATEGI PEMBENTUKAN SIKAP MEMELIHARA LINGKUNGAN PADA ANAK USIA DINI; Rudi IskandarDari tabel 1 di atas, diperoleh informasi bahwa dari ketiga dimensi sikap masing-masing terdiri dari 5 item pertanyaan, begitu juga berdasarkan topik atau indikatornya masing-masing terdiri dari 5 item pertanyaan. Skala instrumen sikap yang digunakan dalam pertanyaan ini adalah skala likert. Skala ini biasanya mengarahkan jawaban responden kedalam data yang bersifat kategorikal seperti sangat tidak senang, senang, tidak tahu dan tidak senang serta sangat tidak senang. Oleh karena instrumen ini diarahkan pada anak usia dini, maka pilihan atas jawaban yang diberikan di sederhanakan menjadi 3 opsi, yakni senang (dengan nilai 2), tidak tahu  (dengan nilai 0) dan tidak senang (dengan nilai -2). Jika seorang anak menjawab sesuai dengan teori yang digunakan, maka nilai maksimumnya adalah 30 (didapat dari jumlah item soal dikali skor 2). Sebaliknya jika tidak sesuai semua dengan teori maka nilai minimumnya adalah -30(didapat dari jumlah item soal dikali -2). Secara teoritis, siswa yang menjawab tidak tahu adalah lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menjawab salah.
Untuk memenuhi kelayakan instrumen, maka dilakukan uji normalitas data dari instrumen sikap dalam memelihara lingkungan. Hasil uji normalitas ‘good of fitness’data diperoleh hasil sebagai berikut:  Chi Square (X2) = 20,20 pada derajat kebebasan (df) = 11, dan asymptotic significance adalah 0,043 (probabilitasnya kurang dari 0,05). Itu berarti datanya normal.
Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


Gambar 1. Distribusi Data Sikap Memelihara Lingkungan


Analisis Data
Probabilitas skor tertinggi adalah 30 dan probabilitas skor terendah -30, diperoleh hasil dilapangan adalah skor tertinggi 30 dan terendah 16 dan rata-rata (mean) sebesar 26,14 dan standar deviasi sebesar 3,76. Hal itu berarti siswa memiliki sikap dalam memelihara lingkungan yang cukup baik karena mendekati skor tertinggi (30).
Panafsiran Hasil
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 10 No.1 Maret 2012
 
Dengan menggunakan pendekatan proses pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) yang telah diterapkan selama kurang lebih satu bulan, maka diperoleh hasil yang memuaskan terhadap pembentukan sikap memelihara lingkungan.
Dari gambar 1 di atas, diperoleh gambaran bahwa secara verbal lebih 80 persen siswa bersikap baik dalam memelihara lingkungan baik dikelas maupun di sekolahnya. Arah kurva yang menunjukkan kemiringan pada angka tertinggi disebelah kanan, juga menunjukkan bahwa kecenderungan umum dari sikap siswa yang 



baik dalam memelihara lingkungannya. Jika gambar 1 dikaitkan dengan tabel 1 maka hal itu juga berarti dimensi kognisi yang merupakan komponen ide dan konsep memelihara lingkungan, dimensi afeksi yang merupakan komponen kehidupan emosional siswa dalam kaitannya dengan masalah lingkungan dan dimensi konasi yang merupakan komponen kecenderungan bertingkah laku dalam memelihara lingkungan; adalah cenderung baik.
Secara teoritis, sikap itu relatif konstan dan agak sukar berubah. Oleh karena itu hasil ini menunjukkan bahwa pada saat dewasa anak-anak tersebut akan cenderung memiliki sikap memlihara lingkungan yang baik. Tetapi, apabila terjadi tekanan yang kuat atas dirinya seperti bencana (seperti banjir, longsor dan lain-lain), proses belajar mengajar di kelas yang tidak baik dan keadaan dirumah yang tidak harmonis; maka kecenderungan sikap memelihara lingkungan yang telah di perolehnya tersebut mungkin sekali untuk berubah. Jadi, kuntinuitas (keberlanjutan) pendidikan dijenjang selanjutnya (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi) dan pendidikan di lingkungan keluarga sangat menentukan terpeliharanya sikap memelihara lingkungan seorang anak selanjutnya. Penelitian ini juga dapat memberi gambaran bahwa model pembelajaran yang digunakan (pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learing) juga turut menentukan keberhasilan dalam pembentukan sikap khususnya sikap memelihara lingkungan.
Kesimpulan

1. Pendekatan proses pembelajaran yang dilakukan secara kontekstual (contextual teaching and learning) terbukti dapat membantu siswa dalam membentuk sikap memelihara lingkungan yang baik.

2. Strategi pendekatan kontekstual juga dapat diterapkan pada anak usia dini, yang mana selama ini masing belum mendapatkan perhatian.

Daftar Pustaka
Basic Education Managment. 2000. A Pilot Project Community & School Based Managment in Jakarta Metropolitan School. Cooperation Between  Institute of Managment, State University of Jakarta and Education and Instruction Department of Jakarta Special Capital Region (DKI).
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual, Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Iskandar, Rudi. 2000. Laporan Kegiatan Pelatihan untuk Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pendidikan dalam rangka membantu menciptakan Pendidikan Berbasis Masyarakat Di Kelurahan Rawabunga Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. LPKM UNJ.
Iskandar, Rudi. 2003. Perilaku Rumahtangga dalam Pengelolaan Limbah Domestik Di Jakarta-Depok-Bogor. Kasus Desa-Desa yang dilalui aliran Sungai Ciliwung. Disertasi S-3 Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB Bogor.
Mar’at. Sikap, 1981. Perubahan dan Pengukurannya. Ghalia Indonesia
Surakhmad, Winarno. 1999. Menuju Pendidikan Bebrbasis Masyarakat (bahan ajar pada evaluasi kurikulum MA, MTs, MI. Depag.

Text Box: STRATEGI PEMBENTUKAN SIKAP MEMELIHARA LINGKUNGAN PADA ANAK USIA DINI; Rudi Iskandar
 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar