STRATEGI PEMBENTUKAN SIKAP MEMELIHARA LINGKUNGAN
PADA ANAK USIA DINI
Rudi Iskandar
E-mail: rudiiskandar@hotmail.com
(Dosen
Jurusan Geografi FIS UNJ dan Direktur Lintas Survey
Nusantara, Direktur Lembaga Kajian Pemberdayaan dan Pengembangan Daerah di
Jakarta)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
tentang strategi pembentukan sikap memelihara lingkungan pada anak usia dini
pada sekolah formal. Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga di bawah yayasan
Ar-Risalah Bogor yaitu siswa-siswa Taman
Kanak-Kanak Ar-Risalah Bogor dan siswa-siswa kelas tiga Sekolah dasar yang
kursus di Yayasan Ar-Risalah Bogor. Sampel penelitian sebanyak 35 responden.
Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling. Kriteria dalam
pengambilan responden adalah siswa Taman Kanak-kanak kelas B dan siswa Sekolah
Dasar setinggi-tingginya kelas tiga.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 15 item pertanyaan dimana nilai maksimum
pertanyaan masing-masing 2, maka
probabilitas skor tertinggi adalah 30 dan probabilitas skor terendah
-30, diperoleh hasil dilapangan adalah skor tertinggi 30 dan terendah 16 dan
rata-rata (mean) sebesar 26,14 dan standar deviasi sebesar 3,76. Hal itu
berarti siswa memiliki sikap dalam memelihara lingkungan yang cukup baik karena
mendekati skor tertinggi (30). Dengan demikian, secara sederhana penelitian ini
menunjukkan bahwa: pertama,Pendekatan proses pembelajaran yang dilakukan
secara kontekstual (contextual teaching and learning) terbukti dapat membantu
siswa dalam membentuk sikap memelihara lingkungan yang baik. Kedua,
Strategi pendekatan kontekstual juga dapat diterapkan pada anak usia dini, yang
mana selama ini masing belum mendapatkan perhatian.
Kata kunci: Lingkungan,
Anak Usia Dini.
PENDAHULUAN
Persoalan lingkungan hidup dewasa ini sudah sangat
mendesak untuk ditanggulangi, oleh karena kualitas lingkungan hidup semakin
hari semakin memburuk. Fenomena pencemaran, kekeringan dan banjir adalah contoh
yang dekat didepan mata kita. Belum lagi masalah limbah (baik rumahtangga,
industri maupun lainnya) yang merupakan produk yang tidak bisa dihindarkan
sebagai akibat dari aktivitas manusia sehari-hari. Sama halnya dengan proses
pemecahan masalah-masalah sosial lainnya, proses penyadaran masalah-masalah lingkungan dapat dilakukan dengan beragam pendekatan dan
beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut sekurang-kurangnya ada tiga: (1) menyadari
bahwa masalah lingkungan sebagai suatu
kenyataan yang harus diatasi; (2) melakukan analisis terhadap masalah tersebut
dengan jalan mengidentifikasi penyebab utamanya; (3) mengembangkan strategi
kuratif terhadap kerusakan lingkungan. Tahap-tahap pemecahan ini perlu
diketahui oleh masyarakat khususnya pemerintah dan lembaga kependidikan
ditingkat terendah hingga tertinggi.
Di
Indonesia, tahap pertama biasanya dilakukan dengan memasang spanduk,
slogan-slogan pejabat-pejabat dan berita-berita di media cetak dan elektronik
seperti kerusakan hutan, polusi airlaut, air tanah, udara, masalah banjir dan
kekeringan, kebakaran hutan, sampah dan lai-lain. Pada dasarnya tahap ini cukup
mudah direalisir. Tahap kedua biasanya dilakukan dengan sudah melakukan kajian
(analisis) terhadap masalah yang ada. Misalnya mengapa pada saat musim hujan
terjadi banjir dan saat musim kemarau terjadi kekeringan. Mengapa air sungai
sekarang ini kotor, dan lain-lain. Tahap ketiga erat kaitannya dengan yang
kedua. Misalnya untuk mengurangi dampak banjir, maka sampah-sampah harus
dibersihkan. Untuk mencegah kerusakan taman digunakan pendekatan psikologis dan
budaya. Misalnya “Taman ini dibuat atas biaya rakyat, maka kewajiban setiap individu
untuk menjaganya”.
|
METODOLOGI PENELITIAN
Pentingnya Penelitian
Dengan adanya tema penelitian ini, diharapkan dapat
diketahui strategi yang efektif dalam pemebentukan sikap memelihara lingkungan
anak usia dini khususnya di sekolah formal penelitian tahap pertama. Pada tahap
kedua penelitian akan dilakukan pada peranan keluarga dalam pembentukan sikap
memelihara lingkungan anak usia dini. Pada tahap ketiga penelitian akan
dilakukan pada peranan pemerintah dalam pembentukan sikap memelihara lingkungan
pada anak usia dini. Untuk selanjutnya akan dibuat strategi pembentukan sikap
memelihara lingkungan pada anak usia dini. Dengan harapan dapat membantu
mengarahkan siswa-siswa untuk berperilaku yang ramah akan lingkungan di masa
datang.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswa Taman
Kanak-Kanak Ar-Risalah Bogor dan siswa-siswa kelas tiga Sekolah dasar yang
kursus di Yayasan Ar-Risalah Bogor. Sampel penelitian sebanyak 35 responden.
Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling. Kriteria dalam
pengambilan responden adalah siswa Taman Kanak-kanak kelas B dan siswa Sekolah
Dasar setinggi-tingginya kelas tiga.
Metode yang Digunakan
Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka
metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif non-eksperimen dengan
pendekatan survei. Survei dilakukan pada proses pembelajaran Taman Kanak-Kanak
Ar-Risalah. Sebelum pengamatan dilakukan, peneliti berkolaborasi dengan guru
kelas untuk mengajar di kelas selama kurang lebih sebulan yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan. Data yang dibutuhkan dijaring melalui
instrumen berupa kuesioner.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Pada tahap pertama (yang dilakukan dalam penelitian ini)
data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer, yang diperoleh
melalui kuesioner. Data pada kuesioner untuk memenuhi aspek pada sikap
memelihara lingkungan yang meliputi lingkungan kelas dan sekolah serta
disekitar sekolah.
Analisis data dilakukan menggunakan teknik deskriptif
persentase. Sebelum dilakukan analisis data secara deskriptif, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas data untuk ujin persyaratan analisis pada data sikap
memelihara lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai
dengan jumlah sampel yang telah ditentukan sebelumnya, instrumen dibagikan
secara purposif kepada siswa TK kelas B dan siswa Sekolah Dasar
setinggi-tingginya kelas 3. Semula, terdapat kesulitan siswa dalam menjawab
pertanyaan, atas dasar itu kemudian strategi pertanyaan diubah, dimana guru
yang langsung mengarahkan pertanyaan secara individual. Pelaksanaan proses
pembelajaran yang dipantau adalah selama kurang lebih satu bulan. Setelah itu,
selama kurang lebih satu minggu proses penjaringan data dilakukan.
Untuk
menganalisis data yang telah terkumpul, maka sesuai dengan petunjuk pada
instrumen, dibuat frekuensi kumulatif dari jawaban responden yang terdiri dari
tiga dimensi yaitu: (1) Komponen kognisi yang berkaitan dengan beliefs (kepercayaan), ide dan konsep.
(2) Komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang. (3) Komponen
konasi yang merupakan kecenderungan
untuk bertingkah laku. Adapun topik yang dibahas untuk melihat sikap ini
adalah Kebersihan lingkungan, Pengelolaan sampah di kelas dan pemeliharaan
tanaman di sekolah. Selanjutnya instrumen terhadap sikap dalam memelihara
lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Dimensi dan Indikator Instrumen Sikap dalam Memelihara
Lingkungan
Topik/indikator
Dimensi
Sikap
|
Kebersihan lingkungan
|
Pengelolaan sampah kelas
|
Pemeliharaan Tanaman
|
Kognisi
|
2 item
|
2 item
|
1 item
|
Afeksi
|
2 item
|
1 item
|
2 item
|
Konasi
|
1 item
|
2 item
|
2 item
|
Dari tabel 1 di atas, diperoleh informasi bahwa
dari ketiga dimensi sikap masing-masing terdiri dari 5 item pertanyaan, begitu
juga berdasarkan topik atau indikatornya masing-masing terdiri dari 5 item
pertanyaan. Skala instrumen sikap yang digunakan dalam pertanyaan ini adalah
skala likert. Skala ini biasanya mengarahkan jawaban responden kedalam data
yang bersifat kategorikal seperti sangat tidak senang, senang, tidak tahu dan
tidak senang serta sangat tidak senang. Oleh karena instrumen ini diarahkan
pada anak usia dini, maka pilihan atas jawaban yang diberikan di sederhanakan
menjadi 3 opsi, yakni senang (dengan nilai 2), tidak tahu (dengan nilai 0) dan tidak senang (dengan
nilai -2). Jika seorang anak menjawab sesuai dengan teori yang digunakan, maka
nilai maksimumnya adalah 30 (didapat dari jumlah item soal dikali skor 2).
Sebaliknya jika tidak sesuai semua dengan teori maka nilai minimumnya adalah
-30(didapat dari jumlah item soal dikali -2). Secara teoritis, siswa yang
menjawab tidak tahu adalah lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menjawab
salah.
Untuk
memenuhi kelayakan instrumen, maka dilakukan uji normalitas data dari instrumen
sikap dalam memelihara lingkungan. Hasil uji normalitas ‘good of fitness’data diperoleh hasil sebagai berikut: Chi Square (X2) = 20,20 pada derajat kebebasan (df) = 11, dan asymptotic significance adalah 0,043
(probabilitasnya kurang dari 0,05). Itu berarti datanya normal.
Hasil
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Distribusi Data Sikap Memelihara Lingkungan
Analisis Data
Probabilitas
skor tertinggi adalah 30 dan probabilitas skor terendah -30, diperoleh hasil dilapangan
adalah skor tertinggi 30 dan terendah 16 dan rata-rata (mean) sebesar 26,14 dan
standar deviasi sebesar 3,76. Hal itu berarti siswa memiliki sikap dalam
memelihara lingkungan yang cukup baik karena mendekati skor tertinggi (30).
Panafsiran Hasil
|
Dari
gambar 1 di atas, diperoleh gambaran bahwa secara verbal lebih 80 persen siswa
bersikap baik dalam memelihara lingkungan baik dikelas maupun di sekolahnya.
Arah kurva yang menunjukkan kemiringan pada angka tertinggi disebelah kanan,
juga menunjukkan bahwa kecenderungan umum dari sikap siswa yang
baik dalam
memelihara lingkungannya. Jika gambar 1 dikaitkan dengan tabel 1 maka hal itu
juga berarti dimensi kognisi yang merupakan komponen ide dan konsep memelihara
lingkungan, dimensi afeksi yang merupakan komponen kehidupan emosional siswa
dalam kaitannya dengan masalah lingkungan dan dimensi konasi yang merupakan
komponen kecenderungan bertingkah laku dalam memelihara lingkungan; adalah
cenderung baik.
Secara
teoritis, sikap itu relatif konstan dan agak sukar berubah. Oleh karena itu hasil
ini menunjukkan bahwa pada saat dewasa anak-anak tersebut akan cenderung
memiliki sikap memlihara lingkungan yang baik. Tetapi, apabila terjadi tekanan
yang kuat atas dirinya seperti bencana (seperti banjir, longsor dan lain-lain),
proses belajar mengajar di kelas yang tidak baik dan keadaan dirumah yang tidak
harmonis; maka kecenderungan sikap memelihara lingkungan yang telah di
perolehnya tersebut mungkin sekali untuk berubah. Jadi, kuntinuitas
(keberlanjutan) pendidikan dijenjang selanjutnya (Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi) dan pendidikan di
lingkungan keluarga sangat menentukan terpeliharanya sikap memelihara
lingkungan seorang anak selanjutnya. Penelitian ini juga dapat memberi gambaran
bahwa model pembelajaran yang digunakan (pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learing) juga
turut menentukan keberhasilan dalam pembentukan sikap khususnya sikap
memelihara lingkungan.
Kesimpulan
1. Pendekatan
proses pembelajaran yang dilakukan secara kontekstual (contextual teaching and learning) terbukti dapat membantu siswa
dalam membentuk sikap memelihara lingkungan yang baik.
2. Strategi
pendekatan kontekstual juga dapat diterapkan pada anak usia dini, yang mana
selama ini masing belum mendapatkan perhatian.
Daftar Pustaka
Basic Education Managment. 2000. A
Pilot Project Community & School Based Managment in Jakarta Metropolitan
School. Cooperation Between Institute of
Managment, State University of Jakarta and Education and Instruction Department
of Jakarta Special Capital Region (DKI).
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual, Dikdasmen
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Iskandar, Rudi. 2000. Laporan
Kegiatan Pelatihan untuk Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pendidikan dalam
rangka membantu menciptakan Pendidikan Berbasis Masyarakat Di Kelurahan
Rawabunga Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. LPKM UNJ.
Iskandar, Rudi. 2003. Perilaku
Rumahtangga dalam Pengelolaan Limbah Domestik Di Jakarta-Depok-Bogor. Kasus
Desa-Desa yang dilalui aliran Sungai Ciliwung. Disertasi S-3 Program
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB Bogor.
Mar’at. Sikap, 1981. Perubahan dan
Pengukurannya. Ghalia Indonesia
Surakhmad, Winarno. 1999. Menuju Pendidikan Bebrbasis Masyarakat
(bahan ajar pada evaluasi kurikulum MA, MTs, MI. Depag.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar